JATIMTIMES - Inovasi anak muda kembali menyalakan harapan bagi dunia medis. Sekelompok mahasiswa lintas fakultas dari Universitas Brawijaya (UB) tengah mengembangkan terapi kanker berbasis mikroalga hasil rekayasa genetik bernama AMPAT, singkatan dari Arsenal of Programmed Microalgae for Advanced Tumor Immunotherapy via Logic-Gated Genetic Circuits.
Proyek ini tak hanya sekadar riset ilmiah, tetapi juga wujud empati terhadap perjuangan anak-anak penyintas kanker yang mereka kenal lewat komunitas Sahabat Anak Kanker (SAK) Malang.
Baca Juga : UIN Maliki Malang Gagas Skrining Komunikasi, Wujudkan Kampus Inklusif
AMPAT menjadi simbol pertemuan antara bioteknologi, kecerdasan buatan, dan logika genetika modern. Melalui pendekatan ini, tim berupaya menciptakan mikroalga yang mampu mengenali sel tumor dan memicu sistem imun tubuh secara presisi, sebuah langkah awal menuju masa depan terapi kanker yang lebih manusiawi dan minim efek samping.
“Tujuan kami sederhana tapi besar: menciptakan inovasi kesehatan buatan anak bangsa yang bisa berdampak global,” ujar Melinda Cicilia Rany, ketua tim riset SYNBIO UB, yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer.
Dalam riset ini, tim menggunakan mikroalga Chlamydomonas reinhardtii, organisme yang telah lama menjadi model utama di bidang rekayasa genetik. Mikroalga tersebut dimodifikasi agar mampu menarget area tumor, memproduksi oksigen untuk mengurangi kondisi hipoksia, penyebab utama menurunnya efektivitas terapi kanker, dan hanya mengaktifkan imunomodulator ketika biomarker kanker terdeteksi melalui sistem logic gate RNA.
“Dengan cara ini, terapi menjadi jauh lebih spesifik. Mikroalga hanya bekerja ketika sel kanker benar-benar terdeteksi. Efek sampingnya pun bisa ditekan,” terang Melinda.
Meski potensinya menjanjikan, proyek AMPAT masih berada di tahap konseptual. Uji coba laboratorium (in vitro) dan pada organisme hidup (in vivo) masih harus dilakukan untuk membuktikan efektivitas sistemnya.
Melinda menjelaskan, efek pengurangan hipoksia bisa terjadi dalam beberapa hari. Sedangkan aktivasi sistem imun dan penurunan massa tumor mungkin membutuhkan waktu beberapa minggu.
Paulina Ranjita Gita Saputri, anggota SYNBIO UB, menambahkan bahwa riset ini telah berjalan sekitar enam bulan sejak tahap in silico atau simulasi komputer. “Kalau semua berjalan sesuai rencana, butuh satu hingga tiga tahun untuk riset laboratorium, dan sekitar lima tahun untuk tahap uji pra-klinis,” jelasnya.
Namun, perjalanan menuju inovasi tidak selalu mulus. Tim menghadapi berbagai tantangan, mulai dari pengendalian ekspresi gen, aspek keamanan biologis, efisiensi fotosintesis di dalam tubuh manusia, hingga proses pengiriman mikroalga ke jaringan tumor.
Baca Juga : Kampus Heppiee UIBU Sabet Dua Prestasi di Ajang AKU 2025
Yang menarik, riset ini tidak hanya berfokus pada laboratorium, tetapi juga pada nilai etik dan sosial. Melalui pendekatan Ethical, Legal, and Social Implications (ELSI), tim berdiskusi dengan tenaga medis seperti dr A. Susanto Nugroho SpA(K) dan Dr dr Nur Samsu SpPD-KGH FINASIM serta komunitas Sahabat Anak Kanker Malang untuk memastikan penelitian tetap berpijak pada nilai kemanusiaan dan keamanan.
Kolaborasi ini juga melibatkan Asian Medical Students’ Association (AMSA) yang membantu dalam kegiatan sosial dan edukasi publik terkait terapi kanker ramah anak. “Kami ingin hasil riset ini tak berhenti di jurnal atau laboratorium, tapi bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ungkap Vincenzio Jocelino, salah satu anggota tim.
Kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil manis. Pada ajang Biomolecular Design Competition (BIOMOD) 2025 di Jilin University, China (17–19 Oktober 2025), proyek AMPAT berhasil meraih 3rd Winner - Most Audience Favorite Project dan Bronze Project Award, Outstanding Project Contents. Kompetisi ini diikuti oleh mahasiswa dari 19 negara, menjadikan pencapaian tim SYNBIO UB sebagai bukti bahwa ide-ide ilmiah dari Indonesia mampu bersaing di kancah dunia.
Tim SYNBIO UB sendiri terdiri dari Melinda Cicilia Rany, Paulina Ranjita Gita Saputri, Vincenzio Jocelino, Zian Nora Berliana, Ahmad Gibran M., Ellen Oktaviona Yurianto, Rachmat Thirdi Maliki, dan Intan Desi Purnomo. Mereka dibimbing oleh dosen lintas fakultas: Dr Ir Sudarma Dita Wijayanti STP MSc MP, Tunjung Mahatmanto STP MSi PhD, dan Supriyono ST MT.
Bagi mereka, AMPAT bukan sekadar proyek sains. Ia adalah bentuk solidaritas, harapan, dan doa ilmiah untuk masa depan anak-anak yang tengah berjuang melawan kanker. Sebuah bukti bahwa ilmu pengetahuan bisa menjadi bahasa kasih yang paling universal.
