JATIMTIMES - Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Provinsi Jawa Timur (Jatim) terus mendampingi para pelaku UMKM untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produknya. Salah satu upaya yakni dengan menggelar Coaching Clinic Izin Edar Produk yang menyasar para pelaku UMKM.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Aria Centra, Surabaya pada 18–19 September 2025 ini menghadirkan puluhan pelaku UMKM dari berbagai kabupaten/kota di Jatim. Fokus utama kegiatan ini yakni memperkuat pemahaman regulasi izin edar, praktik Good Manufacturing Practices (GMP), hingga simulasi penggunaan sistem e-sertifikasi Izin Penerapan (IP) Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Baca Juga : Cair, Atlet Kota Malang Peraih Medali Porprov IX Jatim 2025 Segera Terima Bonus
Kepala Bidang Produksi dan Restrukturisasi Usaha Diskop UKM Jatim Susanti Widyastuti menekankan bahwa legalitas produk merupakan kunci bagi UMKM untuk masuk ke pasar yang lebih luas melalui produksi pangan yang aman, higienis, dan sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
"Kegiatan ini juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari risiko gangguan kesehatan akibat pangan yang tercemar, memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi izin edar dan sertifikasi, serta mendorong keberlanjutan usaha UKM melalui peningkatan legalitas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar terhadap produk lokal Jawa Timur," ungkap Susanti.
Melalui kegiatan ini, Diskop UKM Jatim berharap UMKM semakin mampu menghasilkan produk pangan yang aman, legal, dan berdaya saing, sehingga dapat memperluas akses pasar sekaligus memperkuat posisi Jatim sebagai pusat penggerak ekonomi nasional.
Salah satu pemateri dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Arif Nugraha menjelaskan secara rinci penerapan GMP dan SSOP. Ia menekankan bahwa kualitas produk hanya bisa terjaga jika proses produksi dijalankan secara higienis, mulai dari pemilihan bahan baku, pengendalian Bahan Tambahan Pangan (BTP), hingga penataan ruang produksi.
“UMKM tidak boleh lagi menggunakan bahan berbahaya seperti bleng. Itu jelas dilarang. Sebagai gantinya gunakan BTP yang diizinkan seperti sodium tripolifosfat (STPP), dengan takaran sesuai regulasi,” tegasnya.
Bambang juga menjelaskan batas penggunaan natrium benzoat atau kalium sorbat yang tidak boleh melebihi 1.000 ppm, serta membedakan kategori produk ready to eat dan ready to cook yang menentukan standar izin edar.
Baca Juga : Semarak Hari Jadi Kabupaten Malang ke-1.265 Tahun, Puluhan Offroader Sisir Lereng Gunung Kawi dan Baksos
"Para pelaku UMKM harus memperhatikan layout ruang produksi, termasuk kewajiban ruang ganti, larangan pintu MCK menghadap ruang proses, hingga konsistensi pemasok terutama untuk bahan berisiko tinggi seperti daging, ikan, santan, dan telur,” paparnya.
Sementara itu, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda BPOM Kiki Adlita Siregar menguraikan aspek regulasi izin edar. Ia menjelaskan perbedaan kategori izin, mulai dari SPP-IRT untuk produk pangan kering, hingga MD BPOM untuk produk cair, minuman, dan beku.
Menurutnya, peningkatan dari PIRT ke MD bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga peluang memperluas pasar. “Legalitas produk akan meningkatkan kepercayaan konsumen sekaligus membuka akses ke jaringan distribusi modern,” jelasnya.
Kiki juga menyampaikan bahwa BPOM terus memperkuat pengawasan mutu pangan olahan di Indonesia melalui penerapan CPPOB. "Untuk memastikan keamanan dan mutu produk, BPOM selalu menegaskan kepada para pelaku UMKM agar wajib memenuhi persyaratan dokumen ketika mengajukan IP CPPOB, khususnya bagi produsen pangan risiko rendah maupun sedang," ungkapnya.