Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Peristiwa

Jejak Santri di Balik Kepemimpinan Wali Kota Blitar: Kisah Mas Ibin Meneruskan Warisan KH Bisri Syansuri

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

23 - Oct - 2025, 14:27

Placeholder
Dua generasi, satu semangat: KH Bisri Syansuri, ulama pendiri Denanyar, dan Mas Ibin, santri Denanyar yang kini memimpin Blitar, terhubung oleh garis sejarah yang sama: pendidikan, pengabdian, dan jihad pembangunan bagi masyarakat. (Foto: Ist)

JATIMTIMES - Langit Blitar pagi itu memantulkan cahaya lembut ketika Wali Kota Blitar H. Syauqul Muhibbin, yang akrab disapa Mas Ibin, menerima kabar menggembirakan dari Surabaya. Namanya tercatat di urutan ketujuh dalam daftar 16 Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2025 versi Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN). 

Sebuah pengakuan bergengsi yang bukan hanya menegaskan kiprah birokratiknya sebagai kepala daerah, tetapi juga peran spiritualnya sebagai santri yang tumbuh dari kultur pesantren Denanyar.

Baca Juga : Ungkapan Warga Griya Santa Dukung Jalan Tembus: Harga Rumah Saya jadi Bisa Ikut Naik

“Penghargaan ini bukan untuk saya pribadi, tetapi bentuk penghormatan bagi para kiai, guru, dan seluruh santri yang telah membentuk nilai-nilai hidup saya,” ujar Mas Ibin dalam perbincangan ringan usai upacara peringatan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Blitar, Selasa (22/10/2025).

Bagi publik Blitar, figur Mas Ibin memang merepresentasikan sosok pemimpin muda yang menjembatani tradisi keulamaan dan tata kelola pemerintahan modern. Ia bukan sekadar pejabat administratif, melainkan pemimpin yang menanamkan nilai keikhlasan dan pengabdian dalam setiap kebijakan daerah.

Mas Ibin

Dari Plosoarang ke Denanyar

Jejak kehidupan Mas Ibin tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Sejak kecil, ia ditempa dalam lingkungan religius yang disiplin dan sarat nilai sosial. Pendidikan agamanya dimulai di Madrasah Diniyah Mojo Plosoarang, tempat ia belajar dasar-dasar ilmu fikih dan akhlak. Setelah itu, ia menimba ilmu di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighien II Tukiskriyo, di bawah asuhan sang ayah, KH Zamzuri Hasyim, seorang ulama yang dikenal teguh memegang tradisi Nahdliyin.

Perjalanan intelektualnya berlanjut ke Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, di mana atmosfer keilmuan dan keikhlasan menjadi napas keseharian. Di sinilah, di bawah naungan spiritual warisan KH Bisri Syansuri, ia belajar makna sebenarnya dari kata pengabdian. Pendidikan akhirnya ia sempurnakan di Pesantren Al-Minawir Krapyak, Yogyakarta, salah satu pusat pendidikan ulama besar di Jawa.

Mas Ibin sering mengatakan, pesantren mengajarkannya bukan hanya agama, tetapi juga etos kerja dan tanggung jawab sosial. “Pesantren membuat kita siap hidup di mana pun, karena inti ajarannya adalah melayani,” katanya suatu ketika kepada media lokal. Pandangan ini terlihat dalam cara ia memimpin: tenang, partisipatif, dan menempatkan nilai spiritual sebagai landasan pembangunan.

Ibin kecil

Dari Santri ke Kepala Daerah

Penghargaan dari FJN memperkuat citra Mas Ibin sebagai bagian dari generasi baru Nahdliyin yang membawa semangat pesantren ke ruang publik. Ketua Umum FJN, Muhamad Didi Rosadi, menyebut pemilihan 16 tokoh inspiratif itu dilakukan secara independen dan kolektif.

“Pendidikan di pesantren memberikan fondasi yang kuat, tidak hanya dalam ilmu agama, tetapi juga dalam nilai-nilai kehidupan yang sangat berguna di dunia kerja dan masyarakat,” ujar Didi usai Rapat Kerja III FJN di Balai Rumah Literasi Digital Surabaya.

Menurutnya, figur seperti Mas Ibin membuktikan bahwa santri memiliki kemampuan adaptif dalam menghadapi tantangan modern, tanpa meninggalkan akar tradisi. “Apresiasi ini murni dari kawan-kawan FJN kepada figur Nahdliyin yang karyanya bisa menginspirasi generasi muda,” tambahnya.

FJN, yang berdiri sejak 13 Mei 2020, konsisten mengangkat kiprah Nahdliyin muda dari berbagai latar: politisi, pengusaha, profesional, dan ulama. Didi menegaskan bahwa tidak ada komunikasi khusus dengan tokoh yang dinominasikan. “Kami menjaga independensi dan imparsialitas,” ujarnya.

Di tangan Mas Ibin, semangat santri diterjemahkan menjadi program nyata. Ia dikenal menekankan pembangunan berbasis nilai: ekonomi kerakyatan, pemberdayaan UMKM, pendidikan pesantren, dan penguatan moral aparatur sipil. Bagi masyarakat Blitar, gaya kepemimpinannya menghadirkan keseimbangan antara religiusitas dan rasionalitas.

“Beliau itu contoh pemimpin yang tidak lupa akar. Kalau bicara pembangunan, selalu dikaitkan dengan nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan,” ujar pengamat pemerintahan sekaligus dosen Fakultas Hukum Unisba Blitar, Abdul Hakam Sholahuddin.

Mas Ibin mbk

Jejak Denanyar dan Warisan KH Bisri Syansuri

Untuk memahami cara berpikir dan kepemimpinan Mas Ibin, kita perlu menengok Denanyar, pesantren tua di Jombang yang menjadi rahim intelektual bagi banyak santri di Indonesia. Pesantren ini berdiri pada tahun 1917 atas prakarsa seorang ulama besar, KH Bisri Syansuri, tokoh Nahdlatul Ulama yang dikenal luas karena keluasan ilmunya dan keberaniannya berpikir maju.

KH Bisri Syansuri lahir di Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada 18 September 1886. Sejak muda, ia belajar di sejumlah pesantren besar: Kajen, Sarang, Bangkalan, hingga Tebuireng, tempat ia berguru langsung pada KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Dari para guru besar itulah Bisri menggabungkan dua kekuatan penting pesantren Jawa: kedalaman ilmu dan keterbukaan berpikir.

Tak puas belajar di tanah air, Bisri muda berangkat ke Mekkah, berguru pada ulama besar seperti Syekh Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Termas. Di tanah suci, ia memperdalam fikih, tafsir, dan hadits. Di sana pula ia berkenalan dan kemudian menikah dengan adik KH Abdul Wahab Chasbullah, rekan seperjuangannya kelak di NU.

Sepulang ke tanah air, KH Bisri Syansuri sempat menetap di Tambakberas sebelum kemudian mendirikan pesantrennya sendiri di Denanyar. Pesantren itu istimewa untuk masanya karena membuka kelas khusus bagi santri perempuan, sebuah terobosan yang tergolong revolusioner pada awal abad ke-20.

KH Bisri meyakini bahwa perempuan perlu berilmu agar dapat menjadi madrasah bagi keluarganya. Nilai-nilai inilah yang kemudian diwarisi oleh generasi santri berikutnya, termasuk Mas Ibin.

Baca Juga : Ecosistem Pesantren dan Agora Digital

Selain mendirikan pesantren, KH Bisri Syansuri juga aktif dalam pergerakan. Ia bergabung dalam klub intelektual Taswirul Afkar, cikal bakal gerakan modernis Islam di Jawa Timur, bersama KH Wahab Chasbullah dan KH Mas Mansyur. Dari lingkungan inilah tumbuh semangat pembaruan keagamaan yang berorientasi pada nilai sosial dan kebangsaan, yang kemudian bermuara pada lahirnya Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.

KH Bisri

Ulama, Politikus, dan Pejuang Bangsa

KH Bisri Syansuri bukan hanya pendidik, tapi juga negarawan. Ia pernah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, anggota Konstituante, hingga Ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam tubuh NU, ia menjabat sebagai Rais Aam, posisi tertinggi dalam struktur organisasi keulamaan.

Pada masa revolusi fisik, KH Bisri Syansuri turut menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT) yang bermarkas di Waru, Surabaya, sebuah lembaga perjuangan yang menghimpun para ulama dan santri untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial dengan mendirikan rumah yatim dan lembaga kesehatan.

Warisan intelektualnya terwujud tidak hanya dalam jaringan pesantren, tetapi juga dalam gagasan pendidikan progresif: mendorong pengajaran ilmu umum di pesantren, membuka ruang bagi perempuan belajar, serta menanamkan semangat kebangsaan di kalangan santri.

KH Bisri Syansuri wafat pada 25 April 1980 di Denanyar dan dimakamkan di kompleks masjid pesantren yang didirikannya. Namun, nilai-nilainya tetap hidup melalui para santri yang meneruskan tradisinya, termasuk di antaranya Syauqul Muhibbin, santri Denanyar yang kini memimpin Kota Blitar.

H Bisri

Dari Nilai Pesantren ke Jihad Pembangunan

Bagi Mas Ibin, semangat jihad fi sabilillah yang dulu diperjuangkan KH Bisri kini menemukan bentuk baru: jihad dalam membangun masyarakat. Ia kerap menegaskan bahwa pembangunan fisik tidak akan bermakna tanpa pembangunan moral.

“Pemerintah tidak hanya mengenang perjuangan santri, tetapi juga melanjutkannya dalam bentuk penguatan ekonomi dan edukasi,” ujarnya dalam satu wawancara dengan nada tegas. Ia meyakini, pembangunan daerah yang berkeadilan harus berakar pada nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.

Dalam banyak kesempatan, ia menyebut peringatan Hari Santri sebagai momentum introspeksi nasional. “Kemerdekaan Indonesia tidak lahir dari ruang hampa,” katanya. “Ia lahir dari darah, air mata, dan doa para kiai serta santri.”

Pandangan ini merefleksikan gagasan besar KH Bisri: bahwa ilmu dan amal harus berjalan beriringan. Di tangan Mas Ibin, prinsip itu diterjemahkan dalam kebijakan nyata. Program ekonomi kerakyatan, beasiswa santri, dan penguatan UMKM di bawah kepemimpinannya menjadi wujud “jihad pembangunan” yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Ibin traktor

Menjaga Warisan, Membangun Masa Depan

Kini, dua nama, Mas Ibin dan KH Bisri Syansuri, seolah terhubung oleh garis sejarah yang sama: keduanya santri, keduanya pejuang, dan keduanya meyakini bahwa ilmu harus melahirkan kemaslahatan bagi sesama.

Dalam konteks modern, Mas Ibin menghadirkan wajah baru kepemimpinan yang spiritual namun progresif. Ia membangun dengan nilai, menata kota dengan doa, dan meneguhkan Blitar sebagai kota yang religius, mandiri, dan berdaya.

“Bagi saya, kepemimpinan adalah tentang melayani, bukan dilayani,” tutur Mas Ibin menutup perbincangan dengan senyum tenang.

Warisan Denanyar itu kini tumbuh di jantung pemerintahan Blitar. Dalam kerja-kerja pembangunan, dalam kebijakan publik, dan dalam keteladanan seorang pemimpin muda yang memahami bahwa membangun kota adalah bagian dari membangun iman.

Mas Ibin maulud

Kota Blitar hari ini berdiri di atas fondasi doa para santri. Di tangan Mas Ibin, semangat itu tidak lagi sekadar kenangan, melainkan menjelma menjadi arah pembangunan.


Topik

Peristiwa Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin Mas Ibin Pemkot Blitar 16 Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2025 Forkom Jurnalis Nahdliyin FJN



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Gresik Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni

Peristiwa

Artikel terkait di Peristiwa