Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Pemerintahan

Mutasi ASN Pemkot Blitar Sudah Sesuai UU Pemerintahan Daerah, Mas Ibin: Semua Melalui Prosedur Hukum

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

15 - Oct - 2025, 16:54

Placeholder
Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin. (Foto: Bagian Umum Setda Kota Blitar)

JATIMTIMES – Polemik seputar mutasi dan promosi pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Blitar belakangan menjadi sorotan publik. Namun di balik riuh tafsir dan isu “retak” hubungan antara wali kota dan wakil wali kota, terselip hal yang lebih mendasar: bagaimana konstitusi dan undang-undang sebenarnya mengatur relasi dan pembagian kewenangan di antara keduanya.

Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin, akrab disapa Mas Ibin, menegaskan bahwa seluruh proses rotasi dan promosi pejabat yang baru saja dilakukan pemerintahannya telah melalui jalur dan mekanisme sesuai dengan ketentuan hukum. Ia mengutip langsung Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang secara eksplisit menjelaskan posisi wakil kepala daerah sebagai pihak yang membantu kepala daerah dalam pelaksanaan pemerintahan.

Baca Juga : Jawa Timur Dilanda Cuaca Panas Ekstrem, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

“Di pasal itu jelas disebutkan, wakil kepala daerah itu membantu kepala daerah. Membantu dalam memimpin urusan pemerintahan, mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan. Semua itu dalam konteks membantu,” ujar Mas Ibin saat ditemui di kantornya, awal pekan ini.

Ia menekankan bahwa setiap langkah kebijakan yang diambil, termasuk rotasi dan promosi pejabat, sudah melalui prosedur dan komunikasi kelembagaan yang memadai. Bahkan, dua minggu sebelum mutasi dilakukan, ia mengaku telah membuka ruang diskusi bagi seluruh pejabat utama Pemkot Blitar, termasuk wakil wali kota, untuk memberikan masukan.

“Saya sudah rapat dan menyampaikan kepada semua, termasuk Bu Wakil, Pak Sekda, dan lainnya, agar memberikan masukan tentang pejabat-pejabat yang layak dipromosikan. Saya tawarkan langsung. Bahkan ada kepala OPD yang bilang, ‘demokratis sekali Mas Wali’ karena membuka kesempatan bagi siapa pun memberikan usulan,” ungkapnya.

Menurut dia, seluruh proses mutasi dilakukan dengan prinsip profesionalisme dan efektivitas birokrasi, bukan sekadar pembagian kekuasaan. Dalam pandangan Mas Ibin, jabatan di pemerintahan adalah amanah karier ASN, bukan arena bagi “raja-raja kecil” untuk mempertahankan pengaruh pribadi.

“Mutasi ini jabatan karier, bukan bagi-bagi kekuasaan. ASN harus siap ditempatkan di mana saja. Saya hanya ingin efektivitas pemerintahan berjalan. Kalau ada yang merasa ‘disingkirkan’, ya mungkin karena rajanya sudah muncul,” ujarnya sambil tersenyum.

Menegaskan Prinsip Pembantuan, Bukan Pembagian Kekuasaan

Secara hukum, tafsir wali kota tersebut tidak berada di ruang kosong. Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas menyebutkan bahwa wakil kepala daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan daerah. Bahkan pada ayat (3) dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

Dengan demikian, struktur hubungan keduanya bukanlah kemitraan sejajar, melainkan hierarkis dengan prinsip pembantuan administratif. Wewenang substantif tetap berada di tangan kepala daerah sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan pemerintahan.

Ahli hukum administrasi pemerintahan biasanya menyebut relasi ini sebagai bentuk “delegasi terbatas”. Artinya, kewenangan wakil hanya berlaku jika didelegasikan oleh kepala daerah atau dalam hal kepala daerah berhalangan sementara. Model ini dirancang agar roda pemerintahan tetap terkoordinasi di bawah satu komando, tanpa dualisme kebijakan.

Karena itu, ketika publik menafsirkan dinamika antara wali kota dan wakil wali kota sebagai “retak”, Mas Ibin memilih untuk tidak reaktif. Baginya, yang terpenting adalah menjalankan mandat konstitusi dan memastikan pelayanan publik berjalan efektif.

“Kalau dibilang retak, ya retak emang kita itu pacaran. Kita ini kerja. Saya dan Bu Wakil sama-sama ngantor setiap hari. Kalau ada yang perlu disampaikan, saya terbuka. Jadi sebenarnya tidak ada masalah,” ujarnya.

Ruang Komunikasi dan Transparansi

Mas Ibin mengakui bahwa dalam mutasi terakhir, tidak semua pihak mengetahui nama-nama pejabat yang akan dilantik sebelumnya. Hal ini, katanya, bukan bentuk penutupan informasi, melainkan mekanisme normal dalam menjaga objektivitas pelantikan ASN.

“Kebiasaan sebelum pelantikan itu, ASN tidak dikasih tahu formasinya. Mereka baru tahu ketika dibacakan. Ini untuk menjaga agar tidak ada pihak yang mengklaim atau memobilisasi,” katanya.

Ia menambahkan, bahkan dirinya tidak ingin pelantikan menjadi ajang politik atau pencitraan personal. “Saya ingin ini murni profesional. Tidak ada urusan klaim siapa yang dekat dengan siapa. Yang penting, pelayanan publik meningkat,” tegasnya.

Langkah ini, dalam perspektif  kebijakan, memperlihatkan pendekatan administratif yang hati-hati dan berorientasi pada efektivitas birokrasi. Blitar, di bawah kepemimpinan baru pasca 20 Februari 2025, berupaya mempercepat ritme pemerintahan agar tidak tertinggal dari daerah lain.

“Daerah-daerah lain sudah lima kali mutasi, kita baru sekali. Jadi bukan soal cepat-cepatan, tapi ini memang sudah waktunya agar organisasi berjalan efektif,” kata Mas Ibin.

Kinerja dan Agenda Pembangunan Tetap Jalan

Baca Juga : Menag Nasaruddin di UIN Malang: ASN Kemenag Harus Jadi Pencerah, Bukan Sekadar Pengajar

Di tengah dinamika internal, Wali Kota Blitar menegaskan bahwa roda pemerintahan tetap berjalan normal. Sejumlah program prioritas bahkan mulai menunjukkan hasil konkret. Salah satunya adalah pengiriman 10 ton telur ke Depok melalui skema kerja sama antar daerah dalam program Blitar Trade Center (BTC).

“Besok (hari ini, red.) insya Allah akan dikirim dari kantor Pemkot. Hal ini menjadi bukti bahwa kerja sama antar-daerah kita berjalan dengan baik. Kami juga memiliki program perbaikan tata kelola pemerintahan, pengembangan destinasi wisata, serta rencana pembangunan sirkuit motor. Sekolah rakyat pun akan menerima dana sebesar 100 miliar tahun depan,” paparnya.

Selain itu, Pemerintah Kota Blitar juga tengah menyiapkan strategi menghadapi pemotongan anggaran tahun 2026 yang cukup besar. Fokus utama diarahkan pada program-program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, seperti pemberdayaan ekonomi lokal, penguatan pendidikan, dan pengembangan ruang publik.

“Kita harus realistis. Anggaran akan berkurang, tapi visi misi tetap harus jalan. Jadi energi saya sekarang bukan untuk baper-baperan, tapi untuk kerja,” kata wali kota yang dikenal dengan gaya komunikasinya yang lugas itu.

Kembali ke Konstitusi, Bukan Persepsi

Jika ditarik ke akar persoalan, perbedaan tafsir mengenai peran dan kewenangan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah kerap menjadi sumber gesekan di banyak daerah. Namun, bagi Kota Blitar, persoalan itu semestinya tidak perlu dibesar-besarkan.

Sebagaimana tertulis dalam Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, wakil kepala daerah juga menjalankan tugas lain sesuai keputusan kepala daerah. Artinya, sistem pemerintahan daerah menempatkan kepala daerah sebagai titik koordinasi tunggal. Wakil kepala daerah memiliki peran strategis dalam membantu, mengoordinasikan, dan memberikan saran, bukan dalam mengambil keputusan mandiri yang bersifat mengikat.

Dengan membaca ulang pasal tersebut, langkah yang diambil Wali Kota Blitar sesungguhnya berada di koridor konstitusional. Tidak ada pelanggaran prosedural, tidak ada penyalahgunaan wewenang. Yang ada hanyalah tafsir publik yang perlu diluruskan agar tidak mengaburkan prinsip dasar pemerintahan daerah.

Meneguhkan Etos Kerja dan Politik Bernilai

Di akhir perbincangan, Mas Ibin menutup dengan pernyataan reflektif tentang etika dalam berpolitik dan pemerintahan.

“Politik itu tidak bebas nilai. Silakan cari panggung, tapi saya mau ngurus Kota Blitar. Sekarang saatnya kerja mewujudkan visi misi,” katanya.

Dalam kalimat sederhana itu, tergambar sikap seorang kepala daerah yang ingin menegaskan: politik boleh dinamis, tetapi pemerintahan harus tetap stabil.

Membaca ulang Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga soal membangun kultur birokrasi yang sehat, di mana kewenangan dijalankan sesuai konstitusi dan kerja publik tidak terhenti oleh tafsir politik.

Dan di Kota Blitar, pesan itu kini sedang dijalankan dengan tegas.


Topik

Pemerintahan Pemkot Blitar wali kota Blitar wawali Kota Blitar mutasi pejabat



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Gresik Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy

Pemerintahan

Artikel terkait di Pemerintahan